Loading...
Kabupaten Banyuasin

Berita

PENDIDIKAN YANG MEMERDEKAKAN

27 Jan 2023

Dasar-dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata pendidikan dan pengajaran. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidikan merupakan tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Ki Hajar Dewantara memberikan pemikirannya tentang Dasar-dasar Pendidikan. Sejatihnya tujuan pendididikan untuk MENUNTUNbukan “MENUNTUT” segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik itu  hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Dalam sistem Among sendiri terdiri dari dua konsep dasar yakni kodrat alam dan kemerdekaan. Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan.

Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk  kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu  tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. KHD juga menekankan bahwa para pendidik harus tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi perlu diselaraskan dulu dengan potensi-potensi kultural Indonesia yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Makna dari “merdeka” belajar adalah  merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk berkembang seluas mungkin. Konteks pendidikan Merdeka Belajar itu adalah Merdeka Bermain. Karena bermain adalah belajar, dengan bermain anak menjadi lebih senang. Oleh karenanya, pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak yang masih suka bermain ini. Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka rasakan adalah ‘kegembiraan’ dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Hendaknya guru juga memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar siswa senang dan tidak mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada, selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan, kita juga mendidik dan mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.

Pendidikan yang berpihak/menghamba pada anak menciptakan proses pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna. Karena anak merasa bahwa seluruh proses pembelajaran itu merupakan bagian dari diri mereka, segala proses pembelajaran melibatkan mereka dengan segala proses dan tahapannya. Pendidikan yang berpihak/menghamba pada anak  menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk membangun potensi anak menjadi pembelajar sejati, selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan, suka dan senang membaca. Akan tetapi budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak.

Menurut KHD, budi pekerti terdiri atas dua kata yaitu budi dan pekerti. “Budi” merupakan cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kemauan) sedangkan “Pekerti” merupakan raga (tenaga). Sehingga dapat diartikan bahwa budi pekerti adalah perpaduan antara pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Ini akan menjadi tugas penting bagi guru untuk menyeimbangkan cipta, rasa, karsa, dan raga anak sehingga tumbuh budi pekertinya sehingga menjadi manusia yang bijaksana.

Pemahaman tentang teori tabularasa menjelaskan bahwa anak-anak sekolah yang pasif dan kegiatan utama guru yang fokusnya mengajar (mengisi kertas kosong). Keterlibatan, keaktifan, partisipasi, dan pendapat anak dianggap tidak terlalu penting. Saat kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri, kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak.

 

Metode Montessori dan Taman Anak Frobel

Mungkin ada yang sudah banyak mengetahui bahwa, Taman Siswa diadakan kelompok Taman Anak (Kelas 1 sampai 3) dan Taman Muda (kelas 4 sampai 7). Di Taman Anak semuanya adalah guru wanita (sontrang/mentrik). Sebab, rasa batin anak kecil (kecintaan, tasa takut, bangga, manja) masih tertuju kepada Ibunya sehingga anak-anak tersebut masih sehati dengan pendidik wanita. Mata pelajarannya dikonsentrasikan pada pelajaran Latihan panca indra. Sebab, mendidik anak kecil itu bukan atau belum memberikan pengetahuan, akan tetapi baru berusaha akan menyempurnakan rasa pikiran.

Adapun orang yang pertama mendidik anak dengan cara demikian ialah sang pujangga pendidik, Dr. Frobel dan sang pujangga wanita, yakni Dr. Maria Montessori di kota Roma (Italia). Metode Frobel dan Montessori in mempunyai perbedaan yang cukup besar, tetapi ini yang dimiliki sebenarnya sama, yaitu mencari jalan lahir untuk mendidik batin.

Kita tidak dapat membandingkan metode Frobel, Montessori dan Taman Siswa tentang pengaruh tenaga lahir pada batin seperti berikut:

-         Montessori mementingkan pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca indra dan semua itu bersifat pelajaran. Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.

-       Frobel juga menjadikan panca indra sebagai konsentrasi pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adalah permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran panca indra juga diwujudkan mengjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah.

-        Taman Siswa bisa dikatakan menggunakan kedua metode tersebut, akan tetapi pelajaran panca indra dan permainan akan itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu kesatuan. Sebab, dalam Taman Siswa terdapat kepercayaan bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alat-alat yang bersifat mendidik si anak.

 

 

Kaitan filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan pendidikan untuk membentuk profil Pelajar Pancasila.

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Profil Pelajar Pancasila yang di dalamnya berisi karakter-karakter yang merujuk pada Pancasila, memberikan implikasi terhadap ketahanan pribadi siswa, dimana Profil Pelajar Pancasila ini mengarahkan siswa menjadi pribadi yang berkarakter sesuai dengan Pancasila yang terangkum dalam sebuah Profil Pelajar Pancasila.

 

Sumber:

https://suarabaru.id/2022/05/31/relevansi-filosofi-pendidikan-ki-hajar-dewantara-dalam-membentuk-profil-pelajar-pancasila

Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937

Lampiran 2. Metode Montesori, Frobel dan Taman Anak. Wasita, Jilid No.1 Oktober 1928


Leave a Reply